Rabu, 28 Desember 2011

Secangkir Kopi dari Playa di mata mbak Indie...

Setjangkir Kopi dari Plaja 

http://indie-banget.blogspot.com/2011/12/setjangkir-kopi-dari-plaja.html


Pak Wi dan Bu Wi (atas ijin Hera/Pak Jepret)

Meski aku sudah tau tentang rencana pementasan ini sejak lama, tapi aku nyaris saja tidak kebagian tiket. My fault. Aku terlalu sibuk, lupa memesan tiket, dan tiba-tiba tiket sudah SOLD OUT!

Tentu saja sold out. Aku bahkan sudah bisa menebak dari awal kalau tiket mereka pasti akan sold out. Apalagi dalam pertunjukan kali ini mereka hanya menyediakan tiket maksimal 20 orang per pertunjukan. Pertunjukannya sendiri digelar selama delapan hari, dengan dua kali pertunjukan dalam sehari.


"Padahal yang suruh pesan jauh hari kamu lo, Mbak," ujar Mbak Ria menohok telak.

Hihihi! Aku tauuuu! Maaf!

Tugas kuliah yang beruntun, kantor yang sedang bermasalah, penjahit yang menghilang, serta tiket ke Kupang yang sudah dibeli membuat waktu di duniaku jungkir balik. Salah satu akibatnya adalah lupa membeli tiket.

Untungnya, di detik-detik terakhir, ada dua tiket yang dibatalkan. I was so blessed! Aku pun bisa menonton bersama Mr. A. Ihi!

Kisah yang diangkat Papermoon kali ini sebenarnya kisah yang sederhana namun menarik, judulnya "Setjangkir Kopi dari Plaja". Sedari awal aku sudah takut dibuat nyaris menangis seperti pada pementasan Mwathirika.

"Nggak kok, cuma ini ceritanya nggawe emosi," kata Mbak Ria dulu, tanpa menjelaskan deskripsi apapun.

Ceritanya sendiri, menurut Mbak Ria, sebenarnya telah tersebar di internet. Dia bahkan menyarankanku untuk googling. Tapi kalau googling-nya baru sekarang, yang muncul justru banyak liputan tentang pertunjukan ini. Hihihi!

Berkisah tentang perjalanan cinta Pak Wi yang tragis, dalam pertunjukan ini Papermoon menggunakan boneka mungil dengan toko barang antik sebagai panggung. Pak Wi sendiri adalah seorang mahasiswa Fakultas Teknik di UGM yang di tahun 1960-an mendapat kesempatan melanjutkan studi di Rusia untuk mempelajari Metalurgi.

Presiden Sukarno saat itu memang bercita-cita tinggi, menjadikan industri baja sebagai salah satu tulang punggung industri di Indonesia. Apa daya, tahun 1965 terjadi kerusuhan, membuat Indonesia kehilangan cita-cita Pak Karno serta membuat Pak Wi kehilangan kewarganegaraannya dan tidak dapat kembali ke Indonesia.

Pak Wi yang sebelum berangkat sempat berjanji pada kekasihnya untuk menikahinya begitu tugas belajarnya selesai pun harus menghadapi nasib di depannya. Bukannya menikahi, ia justru putus kontak dengan keluarga dan kekasihnya hingga puluhan tahun. Dan diusianya yang telah mencapai 70-an tahun, ia masih setia pada janjinya dan tidak menikah. Sementara, menurut kabar berita, kekasihnya sudah memiliki empat cucu.

Kisah tersebut merupakan versi singkatnya. Tapi, satu ungkapan yang menurutku bisa merangkum pertunjukan ini: jenius!

Berbeda dengan pertunjukan pada umumnya, pertunjukan ini dimulai jauh dari panggung. Lokasi berkumpul dan tempat pertunjukan cukup jauh. Papermoon pun menyiapkan bis beserta guide yang kocak untuk menemani perjalanan penonton ke sebuah toko barang antik.

Di toko itu, kami disambut oleh 'pemilik toko' yang sempat membuatku rikuh karena tidak tau harus berbuat apa. Lalu kami digiring ke sebuah gudang, dan diminta duduk. Sang 'pemilik toko' masih terus menawarkan barang-barang antiknya, lalu... mak pet!

Lampu mati.

Terdengar keributan kecil antara 'pemilik toko' dengan orang-orang di belakang. Lalu suara keributan mulai menghilang dan ketika telah sunyi lampu remang-remang pun dinyalakan.

Pertunjukan dimulai.

Dengan mengumandangkan lagu-lagu semacam orkes kroncong dari masa lalu, Papermoon sukses membangun suasana era tahun 60-an. Paduan lagu dan setting toko barang antik menyeretku ke masa lalu.

Terlepas dari itu, salah satu hal yang menarik dari pertunjukan ini adalah keberhasilan Papermoon hadir dalam pertunjukannya. Maksudku, dalam pertunjukan ini, para puppeteer tidak berusaha menghilangkan diri dengan mengenakan kostum tertentu. Namun, mereka justru di beberapa bagian muncul pula sebagai aktor yang berinteraksi dengan bonekanya.

Meski tetap muncul dengan pakaian 'vintage', Papermoon berhasil menghilangkan batas antara puppeteer dan bonekanya, serta justru dapat lebih menghidupkan boneka itu.

Tidak hanya batas itu saja yang dihilangkan. Dalam rangkaian pertunjukannya, Papermoon berhasil pula menghilangkan batasan panggung. Semua hal yang dialami penonton sejak mereka masuk ke dalam bis, hingga tingkah polah 'pemilik toko', menurutku adalah satu rangkaian pertunjukan dengan panggung tidak tampak.

Akan tetapi, bagian yang paling aku suka dari rangkaian pertunjukan ini adalah saat pertunjukan selesai. Ketika lampu dinyalakan dan 'pemilik toko' masuk kembali ke area 'panggung'. Ini membuatku merasa seperti terbangun dari mimpi.

Kejadian padamnya lampu dan lampu kembali dinyalakan seakan-akan hanya terjadi dalam beberapa menit. Atau mungkin dalam hitungan detik. Namun pada kenyataannya, Papermoon menyuguhkan pertunjukan selama sekitar 40 menit.

Itu membuatku seperti terhipnotis dan dibawa ke alam mimpi.

Luar biasa. Kali ini aku tidak hanya 'menonton' sebuah pertunjukan. Dengan tiket seharga Rp 30.000,-, bisa dikatakan aku mendapatkan pengalaman 'berwisata' ke masa lalu.

Itu kenapa aku bilang Papermoon jenius. :)
-o0o-


Dan Hera merusak imajinasi senduku tentang sepinya hidup Pak Wi dengan mengatakan bahwa boneka Pak Wi tua mirip dengan tukang krupuk di daerah rumahnya. Yeah rite!

Komentar Penonton "Setjangkir Kopi dari Plaja"...

pementasan kami nggak bakal ada artinya tanpa penonton yang dengan ikhlas hati beli tiket, rela ikutan tur lawasan dengan bis PO Sari Buah, dan dengan semangat duduk manis nonton pementasan kami di sebuah gudang barang antik...

dan inilah komentar mereka yang berhasil kami kumpulkan dari Facebook dan twitter...

************



Dimas bagus permadi via twitter (15 des’11)
Overall, papermoonpuppet slalu memikat hati. Slmt mb riapapermoon atas perform #papermoonVINTAGE yg maknyus. Experiencing awesomeness!!!

alfath92 Faradilla F. Al-Fath via twitter (15 des‘11)
Sweet yet sad

Yuni Bening  (seniman rajut, penari) via FB (15 Des’11)
saya di bilang cengeng :(
tapi sungguh cerita itu sangat menohokku
...cerita akan sebuah benda kecil mungil yang ternyata didalamnya sungguh banyak menyimpan kenagan yang mengatasnamakan cinta,terimakasih untuk Ria Papermoon,Iwan Effendi juga Amanda Mita dan teman2 yang lain.
sungguh aku merasakan apa yang mereka rasakan^_*

kalifadani sandi kalifadani (guru yoga) via twitter (16 des 2011)
so so fabulous… no doubt… best puppet theater i've seen.. #papermoonVINTAGE

lelakibudiman lelaki budiman (dosen ISI) via twitter (16 des’11)
#secangkirkopidariplaja membuatku "merinding" Tak banyak lelaki yang mampu bersetia seperti Pak Wi ...
Yg menarik dr #papermoonVINTAGE kali ini adl penonton scr "tanpa sadar" dilibatkan dlm pertunjukan #secangkirkopiPlaja
Menonton papermoonpuppet adl menikmati boneka "hidup" yg menghidupkan keseluruhan cerita sekalipun tanpa kata-kata.


Hera Ariani  (fotografer) via facebook (16 des’11)
yg pertunjukan kedua kemarin aku menyengajakan diri untuk benar-benar menonton (sedikit memutret-hahah-kan Indra udah nyebar 3 kamera di tiap sudut-jadi aku nonton gapapa aaaahhhh-tanpa Indra tau kelakuanku ini-ahahahahahy), dan aku, ya ampuuunn....jadi pingin meluk pak Wid dan bilang "terimakasih masih ngasitau aku sampe sekarang kalo cinta (sejati) itu ada" -mbrambangi-

tika_tiktuk Kartika Pratiwi (founder KotakHitam) (16 des’11)
Pengen nambahhhh nonton papermoonpuppet !!!! You guys are so stunning!


kertasemaya Dian Herdiany (board member Kampung Halaman, pemilik Napaktilas)  (16 des’11)
Merinding sepanjang menikmati "Setjangkir Kopi Dari Plaja" Terima Kasih tidak terhingga untuk riapapermoon dan tim. Mengaduk rasa!

endangdwiati ENDANG DWIATI (16 des’11)
Keren abis...wajah kita jadi ikutan vintage ya

ursulalangouran Ursula N. Langouran (16 des’11)
pertunjukan 'Setjangkir Kopi dari Plaja' dari papermoonpuppet tadi tiada duanya. so sweet.. :')

Faiza Mardzoeki (17 des’11)
terpesona dg Puppet theater Show-nya Ria Papermoon dkk, "Secangkir Kopi dari Plaja". Kepingan kisah cinta sepasang kekasih yg dipisahkan peristiwa politik '65' dg cara tak adil. Tapi cinta itu masih (selalu) ada ....mengharukan! Yang memiliki cinta indah itu sekarang masih di Havana, Kuba. Dikisahkan kembali dg indah oleh Ria dkk bersama boneka2 nya yang sangat "hidup". Kebayang2 expresi boneka2 itu. Selamat ya Ria dkk! bawa dong ke tempat2 lain :)

mygpr mayangpuri (ketua Komunitas KLASTIC) (17 des’11)
Full merinding nonton Setjangkir Kopi dari Plaja-nya papermoonpuppet you did a great job mba riapapermoon


gunawanmaryanto Gunawan Maryanto (penulis, teaterwan) (17 des’11)
Boneka juga bisa bikin sedih.

gunawanmaryanto Gunawan Maryanto
"Setjangkir Kopi dari Plaja" adalah ajakan yang ringan dan menggoda dari papermoonpuppet untuk membaca kembali sebuah kisah dari masa lalu
Masuk ke toko antik memang seperti masuk ke toko cerita. Setiap benda punya ceritanya masing-masing. Cerita dari masa lalu.

luciaberta Lucia Berta (17 des’11)
pentas papermoonpuppet hari ini superb!!!! :D meskipun ujan, becek, gak da ojek karena dah dijemput bus ttp menyenangkan #papermoonVINTAGE

giasinta Giasinta Angguni (guru TK, datang khusus dari Jkt) (18 des’11)
aaahhh secangkir kopi dari playa bikin hati saya hangat2 gimana gitu. mbak idola riapapermoon emang ciamik, juara banget!!! :) :) :)


ZuliatiZuli zuliati (18 des’11)
@papermoonpuppet: Secangkir Kopi dari Playa: mengingatkan bahwa masa lalu belum selesai utk sebagian orang
Paling tidak kenangan akan cinta yg pernah ada&selalu hidup di hati! Sungguh kesetiaan yg mengharukan! Selamat ya!
Dan yg menarik kisah personal dgn setting 65 di tangan papermoonpuppet berhasil menghidupkan imajinasi penonton ttg situasi sos-pol 65
Dan itu berkat kejelian tim papermoonpuppet utk menghadirkan sgala lambang2 (musik, baju, benda2) yg berkait 65. Sekali lgi proficiat!
Thanks to @papermoonpuppet: gara2 nonton Secangkir Kopi dari Playa akhirnya punya kesadaran ikonografis (xixi maklum msih sekolah!)


@RIKSAAFIATY (18 des’11)
faaaak faaak! papermoon bagus pisan anjisss!

pertunjukan papermoon semalam: banyak hal tak terduga, jalan macet bis terhalang keluar masuk bis wisata lain, tapi tuan pemandu yang bawa conthong pengeras suara tetap lincah mengocok suasana (katanya ini: "bagian dari naskah... memang di set... ya beginilah kehidupan..." hhaahaha)
belum lagi cara penggiringan alami ala tuan pemilik toko antik (yang mirip di film "friday the 13th") yang seolah-olah tiba-tiba mati lampu untuk mulai masuk adegan.
wow prolog-prolog yang luar biasa. saya pun jadi teringat film titanic dimana si ibu tua yang mulai menuturkan kenangan kisah cinta belianya dari kalung antik. dan selanjutnya... rentetan wow... wow & wow... selamat menyaksikan pertunjukan berikutnya... :)


ElangTwit J C Elang Perkasa (19 des’11)
@riapapermoon the puppet show was awesome. just awesome. great story, great acting, great artistic, and very well done in many other aspects.
That's because you guys had a great idea and made it happened


santizaidan Santi Zaidan  (19 des’11)
Setjangkir Kopi dari Plaja luar biasa, sampai di setiap detailnya


paksiraras Paksi Raras Alit (19 des’11)
riapapermoon EFND_iwan pertunjukan "SETJANGKIR KOPI DARI PLAJA" luar biasa dari papermoonpuppet...selamat ya, saya mencintai kalian

vitarlenology vitarlenology (19 des’11)
#papermoonVINTAGE benar-benar memukau . riapapermoon You`re Rock!!


putrisantoso Putri Santoso (19 des’11)
suka skali vintage tripnya, konsepnya, detailnya. You guys are awesome!!! #PapermoonPuppet

natasasha Fatimah Natasha H (20 des’11)
"Setjangkir Kopi dari Plaja" by Papermoon Puppet Theatre. Totally awesome (•̯͡.•̯͡)

alfath92 Faradilla F. Al-Fath
"setjangkir kopi dari plaja" cerita dari teater boneka yg baru saja kusaksikan. Manis dan getir.


hendrahehe hendra harsono
setjangkir kopi dari plaja : OK !!!! good work, tepuk tangan buat @papermoonpuppet :-)

kenanfabri Kenan Fabri Hartanto
'Karena cinta itu masih ada...' terimakasih @papermoonpuppet, pentasnya keren gila!


ladydents Denna.
"Setjangkir Kopi dari Plaja" is just too bittersweet.. Keren banget lah pokoknya :'> @papermoonpuppet


fardityaandhika Farditya Andhika
@papermoonpuppet beuh! Parah! Goks!
penceritaan dengan boneka melibatkan emosi. *tsaaaaah! kapan kapan tampil lagi ya


gilbygilberta Gilberta Permata
Bagus banget shownya!super! @papermoonpuppet

@bismahakim: sekali lagi @papermoonpuppet tidak hanya bercerita tentang sebuah boneka tetapi mereka menghidupkannya

halimoslibres Halim Perdana Kusuma
awesome

intanrezas intan reza
Very heartwarming, smhow I can't stop smiling. It was a superb show. Thx you for making me believe that love does exist @riapapermoon & team
And I can't find one word to describe it. It's mesmerize me. it's too amazing. the music, the lighting, the 'tourthing @papermoonpuppet :)
Anywhere I stay in the future, I promise I wont skip, even one show of @papermoonpuppet Sure, I won't regret :)

figinaga Fina マシュマロ
Sedaaap! Mau lagi tuang lagi!

natasasha Fatimah Natasha H
"Setjangkir Kopi dari Plaja" by Papermoon Puppet Theatre. Totally awesome (•̯͡.•̯͡)

farahwardani Farah Wardani
Ga nyangka Jangkrik bisa disulap jadi gini. MasBay pasti senyum2 puasss nihh:)Perfect ambience
. Ide setting di Jangkrik Antique keren bgt.
Bravo Papermoon, lovely lovely lovely! Kalian memang istimewa
Yang plg aku suka dari 2 pentasnya @naomisrikandi & @riapapermoon itu ada unsur 'cult'-nya. Lokasi2 yang site-specific & pas dgn cerita.
Jadi bukan pentas 'konvensional' yang tinggal memindahkan aktor & prop ke ruang/panggung 'ready to wear'. Bukan berarti pentas 'konvensional' lebih jelek sih. Tapi memang setting seperti #KopiPlaya & #GoyangPenasaran jadi terasa lebih istimewa.
Maksudnya istimewa: pengalaman menonton yang tersendiri yang jadinya membuat kita sebagai penonton merasa istimewa mengalaminya.
Pengalaman seperti itu yang membedakan menonton teater dgn menonton film misalnya, atau video dokumentasinya. Aku suka itu.

pporicrazy pporicrazy
Aaah, puass nonton #papermoonVintage semalem!! Makasih buangettt @lelakibudiman buat surprise tiketnya!! Mbak @riapapermoon, situ wangun!!

mkbunda desiadewi
@riapapermoon bikin nangis, ria.. #cengeng

perdana nonton @papermoonpuppet, based on true story & live from antique shop pula! *standing applause*
see, love still exist :)


Anggi Minarni
Tadi malam nonton "Setjangkir Kopi dari Plaja" oleh Papermoon Puppet Theater. Pertunjukannya asli te o pe be ge te. Adegan paspor dgn bendera merah putih yg mencuat dari dalamnya diiringi "Indonesia Raya" betul2 memukul hatiku. Identitas sebagai orang Indonesia adalah pertaruhan kesetiaan, kesadaran pada akarnya. Sebuah pesan dahsyat unt Indonesia kini yg gamang dan kacau balau identitasnya. Ria Papermoon dkk., kalian sungguh HEBAT!
Pertunjukan kalian sungguh rapi, nettjes, dhemes, inspiratif sekaligus menyentuh hati, padahal settingnya di "gudang" barang2 tua. Acting, setting panggung, properti, musik, lighting, dan manajemen penontonnya benar2 bagus.
Kuberi angka 9!

dreamiy Mira Asriningtyas
Thank you, @riapapermoon @papermoonvintage #KopiPlaya. Impressive and heartwarming,as always.. :)
Made my mom cried a little (and really happy) by taking her to @papermoonvintage by @riapapermoon. Thank you! :D

michil_licious Diah Ika M
Aku jatuh cinta lagi... Sama kamu @papermoonpuppet ! Lagi..dan lagi...

ikkepwa ikkepwulanarumdhani
auftauen stlh nntn 'Setjangkir Kopi dari Plaja' w/ @tyazfirdaus @uniskuniss t ni&mas mirza.thanks @papermoonpuppet .plg ke Bdg bw crta seru

killthedj Marzuki Mohammad
Bersama 2 boneka @papermoonpuppet 'Secangkir Kopi dari Playa' *asyik konsep menontonnya!

wija29 wija29
@papermoonpuppet keren bngt

Selasa, 27 Desember 2011

Secangkir Kopi dari Playa di mata Vitarlenology

Secangkir Kopi Dari Playa, Ketika Ideologi Kehilangan Rasa Cinta 

http://vitarlenology.blogspot.com/2011/12/secangkir-kopi-dari-playa-cinta-dalam.html


Jarak dari Minggiran dan Kedai Kebun, kurang dari 500m, namun malam itu (19/12) Yogjakarta basah. Hujan tak kunjung berhenti, meski rintik tapi cukup kerap. Dari lima tiket yang sengaja kubeli, hanya dua saja yang ternyata terpakai. Tanpa Akum, Gendis memutuskan ikut meski terlihat ragu. Mas Sudi, mengantarkan aku dan Gendis ke Kedai Kebun, tempat berkumpul para penonton yang akan menonton pertunjukkan Papermoon Puppet Theatre: Secangkir Kopi Dari Playa. Sesampai di Kedai Kebun, antusiasku bertambah karena bertemu teman-teman. Sementara mata Gendis mulai berkaca-kaca ketika menyadari dialah satu-satunya anak kecil di ruangan itu. "Tante aku mau pulang," katanya hampir terisak. Aku tidak bisa memaksanya tetap ikut menonton pertunjukkan ini. Ya sudah, aku hubungi mas Sudi untuk menjemput Gendis kembali. Tak lama malah bapaknya muncul. Rupanya Gendis mengsms bapaknya juga, minta di jemput.

Bapaknya Gendis datang dengan temannya, Lipi, seorang seniman perempuan dari Bangladesh. Lipi begitu antusias ketika diberi tahu soal pertunjukkan puppet yang akan kami tonton bersama. Ada tiga tiket menganggur di tanganku. Sepertinya sebelum pertunjukkan dimulai aku harus jadi 'calo' dulu nih. Aku akan merasa berdosa jika tiga tiket ini nganggur sia-sia di tanganku. Beberapa menit kemudian datanglah Dua orang yang ingin sekali menonton namun sudah kehabisan tiket. Penjaga tiket memberitahukan pada mereka bahwa aku masih punya tiga tiket menganggur. Akhirnya hanya satu tiket saja di tanganku. Berharap masih ada yang membutuhkannya sebelum waktu pertunjukkan di mulai.

Sampai Pk. 19.45 tak ada penonton susulan yang datang. Pemandu perjalanan bernama Wulang Sunu, meminta para penonton yang berjumlah 19 orang itu untuk masuk ke dalam bis, karena pertunjukkan bukan di Kedai Kebun, namun di sebuat tempat yang sangat dirahasiakan. Persis seperti perjalanan wisata, Sunu menjelaskan hal-hal menarik yang di lewati sepanjang jalan, termasuk warung angkringan favoritnya dengan menu sate usus kesukaannya.

Mini bus membawa para penonton masuk ke jalan Imogiri dan berhenti di sebuah toko barang antik yang lebih menyerupai gudang. Rasanya agak janggal, mengunjungi toko barang antik di malam hari dengan penerangan lampu TL yang membuat barang-barang antik itu terlihat sangat tua dan muram. Salah satu pengelola toko datang menyambut tamu-tamu dan sibuk mempromosikan mebel-mebel antik yang ada di situ. Tidak ada tanda-tanda pertunjukkan akan di gelar di tempat itu. Sunu kemudian mengajak penonton untuk kembali menaiki bis. Masih ada barang antik lainnya yang bisa di tengok di gudang belakang, hanya saja jalan menuju ke gudang itu tergenang air. Aku perhatikan Lipi yang duduk di sebelahkan. Dia tampak penasaran dalam diamnya.

Bis pun beranjak membawa tamu-tamu ke gudang belakang yang terlihat lebih rapi. Kursi-kursi dan bangku-bangku lama tertata rapi menghadap ke depan, ke susunan barang-barang antik dimana di atasnya lampion warna-warni tergantung. Ooo.. rupanya di sini pertunjukkan itu akan di mulai. Tapi benarkah? keraguan sempat muncul karena tempat itu tidak seperti panggung pertunjukkan pada umumnya. Lebih tampak seperti tumpukan barang antik daripada sebuah panggung pertunjukkan. Lagi pula lampion-lampion itu mati, penerangan hanya lampu TL saja dan mas-mas pengelola toko antik kembali melanjutkan promosi barang-barang antik yang dia jual.

Lima menit nyerocos soal barang antiknya, tiba-tiba lampu mati total. Gudang antik itu gelap gulita. Dalam gelap, si mas meminta maaf kepada para tamu
" maaf ya mba-mba dan mas-mas semua, listriknya ga kuat nih. Sabar ya, coba kita nyalakan lagi."

Di tengah para tamu yang masih terkaget-kaget dalam kegelapan, tiba-tiba lampion-lampion menyala terang, empat orang yang memegang dua boneka berdiri di antara tumpukan lemari, meja dan kursi di depan penonton,  dan siap memainkan lakon Secangkir Kopi Dari Playa.


foto diambil dari sini
Adalah pemuda bernama Wi bersama kekasihnya, berkasih mesra, mengikat janji lewat cincin pertunangan, sampai tahun 1959 lewat siaran RRI pemerintah Republik Indonesia mengumumkan kerjasama dengan pemerintah Moscow untuk mengirimkan para pelajar Indonesia melakukan tugas belajar di sana. Wi, salah satu yang beruntung untuk menunaikan tugas negara, menjadi duta bangsa menuntut ilmu di negara komunis bernama Uni Sovyet. Dengan janji akan kembali dan membangun hidup bersama setelah tugas belajar usai, Wi pun berangkat membawa bekal cintanya pada kekasih hati. Tahun berganti tahun, cinta merangkai kisah lewat surat menyurat.
Romantis, manis, lengket seperti aromanis merentang dalam utas-utas benang cinta meski ada jarak memisahkan.

Sampai satu hari, benang-benang cinta yang merentang itu terputus sama sekali oleh sebuah berita pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang memutuskan kerjasama apapun yang mengusung ideologi komunis. Wi si pemuda pelajar tiba-tiba saja tergantung di ujung seutas tali cinta yang putus oleh ideologi. Kisah yang merangkai lewat hantaran surat menyurat tiba-tiba terhenti, kabar pun tak mungkin terdengar lagi. Bukan hanya cinta yang terkatung-katung tanpa kepastian terpisah jurang ideologi, namun hidup Wi juga tak menentu. Wi tidak bisa membali ke Republik Indonesia tanah air, tanah cintanya. Ia terjebak di negeri asing di mana jembatan yang menghubungkannya dengan tanah tumpah darahnya terputus oleh situasi politik dan perbedaan ideologi.

Sementara sang kekasih yang menunggu dan menunggu tanpa kepastiaan dan harapan bahwa jembatan penghubung pada kekasih hatinya, Wi, akan tersambung kembali, terpaksa memutuskan menerima tawaran pemuda lain yang ingin membangun jembatan menuju hatinya. Biarkan kisah cintanya dengan Wi, tersimpan dalam di bagian hatinya yang tersembunyi. Hidup yang terus melaju menuntutnya menerima pinangan lelaki lain dan membangun hidup bersamanya di atas puing-puing impian cintanya bersama Wi.

Tahun demi tahun berlalu. Cintanya yang sedemikian besar pada kekasihnya menjadi cahaya di ujung lorong gelap yang penjang yang terus membuat Wi berusaha bersusah payah menjangkaunya. Tak peduli berapa lama waktu yang ia perlukan. Berpuluh-puluh tahun kemudian setelah berusaha tak kenal lelah, akhirnya Wi mendapatkan passport warga negara Indonesia. Perjumpaan dengan kekasihnya hanya tinggal beberapa langkah lagi. Namun di manakah kamu, sang kekasih?

Sang kekasih yang menua seiring waktu, menemukan bahagia yang lain. Bayang-bayang Wi yang kerap muncul dalam buih kopi yang di nikmatinya setiap pagi bersama lelakinya yang lain. Begitu pula Wi yang juga menua dan tetap bersetia pada cintanya. Dia seperti pangeran yang menunggu janji sang putri yang akan membukakan jendelanya di hari ke 100, namun sang pangeran memutuskan pergi di hari ke 99.

Mungkin bagi Wi, kesejatian cintanya ada pada janji yang terus digenggamnya sampai ia mati nanti. Biarkan perempuan itu membangun hidup yang lain, karena kesejatian cinta sang kekasih ada pada saat ia mengenang Wi pada setiap cangkir kopi yang di nikmatinya setiap hari.





Di angkat dari kisah cinta yang nyata seorang pemuda bernama Widodo, seorang pria kelahiran Jawa Timur, 2 September 1940 mantan mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Universitas Gajah Mada yang mengenyam pendidikan S2 di Institut Metalurgi Baja di Moskow, Uni Sovyet. Sang kekasih adalah anak sulung Direktur Perusahaan Soda dan Garam Negara di Jakarta pada tahun 1960-an. Sang kekasih belakangan diketahui sudah berkeluarga dan memiliki 4 orang cucu. Wi berharap suatau hari nanti masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan pujaan hatinya itu. Kini Wi berusia 71 tahun, memilih untuk tidak menikah dan bekerja sebagai salah satu ahli metalurgi di Playa, Havana, Kuba.

Sesudah pertunjukkan usai. Aku tak kuasa menahan haru. Bahkan keharuan itu masih kurasakan sampai saat ini. Jarang sekali aku bisa menangis haru karena sebuah pertunjukkan kalau bukan karena pertunjukkan itu begitu istimewa.
Pertunjukkan bisu ini menurutku jauh lebih kuat memberi imajinasi rasa kepada para penonton untuk menafsir seperti apa rasa cinta yang dipisahkan ideologi ini.
Tanpa berusaha menjadi komentator sosial, Papermoon justru berhasil menyampaikan betapa ideologi yang secara nalar mengajarkan cinta kasih tapi lupa pada rasa cinta itu sendiri. Itu sebabnya pada setiap jaman ideologi kerap memisahkan kisah cinta manusia yang mengamini ajarannya.

Pertunjukan yang merespon tempat (site specific performance), sangat terasa tergarap dengan sangat baik dengan takaran yang sangat pas: artistik yang pas dan tidak berlebihan, cerita yang pas, cara menampilkan realitas yang pas (ga lebay). Takaran yang pas ini justru berhasil meninggalkan kesan yang sangat mendalam kepada penonton (setidaknya aku).
Kurasa sebuah pertunjukkan yang berhasil adalah pertunjukkan yang bisa 'mengganggu' penontonnya setiap kali mengingatnya. Dan Secangkir Kopi Dari Playa berhasil 'menggangguku' sampai saat ini.

Terima kasih Ria dan teman-teman Papermoon untuk pertunjukkan yang begitu istimewa dan menjadi  inspirasi bagi kami para penonton.


**********
 
terimakasih Mbak Tarlen, yang udah bela belain dateng dari Bandung untuk menyeruput Secangkir Kopi buatan kami..
tulisan ini bener-bener bikin merinding...

"Secangkir Kopi dari Playa" di lidah Aranti Adriarani S.

Ajakan "bermain" di toko antik 

http://adriarani.blogspot.com/2011/12/ajakan-bermain-di-toko-antik.html


Masih ingat posting saya tentang Papermoon Puppet Theater bulan januari lalu? Coba intip di sini untuk mengingat kembali. Pertunjukan ini yang menjadi pemicu kuat saya untuk jauh-jauh ke kota Jogja. Pemesanan tiket dilakukan jauh-jauh hari. Jadwal mainnya dari tanggal 15 sampai 22 Desember. Akhirnya setelah mengepaskan tanggal dan mendapat teman menonton, saya langsung keluarkan 120 ribu untuk 4 tiket dan berangkat ke stasiun membeli tiket kereta untuk tanggal 21 Desember.

Saya dicarikan tempat menginap oleh Mbak Mita yang tempatnya tidak jauh dari tempat "janjian" menonton. Kenapa janjian? Bukan langsung lokasi menontonnya? Nah ini dia nih yang asik. Sebelum sampai ke wisma tempat istirahat kami, kami sempat melewati Kedai Kebun Forum. Oh ini dia nih lokasi yang ditulis di bukti pembayaran tiket. Pertunjukan dimulainya pukul 8 malam, dan kami harus standby dari pukul 7.30. Sampai di Kedai Kebun, kami diminta menunggu, katanya nanti ada bis yang akan mengantar kami. Bis? Kami mau dibawa ke mana? Lagi-lagi saya dibuat penasaran ketika membaca-baca booklet yang dibagikan sambil menunggu. Saya baca bagian jajaran crew. Ada posisi pemandu wisata? Memangnya kita mau dibawa ke mana?

Kira-kira pukul 8 lebih sedikit rombongan yang menonton pukul 6 sore kembali ke Kedai Kebun. Kami dibagikan tanda untuk dikalungkan di leher, dan digiring ke bis mini. Wah! Saya sangat bersemangat! Mau dibawa ke mana ya? Akal-akalan sok tau saya berpikir akan dibawa ke tempat yang masih ada di gang yang sama, Tirtodipuran. Hanya ada sekitar belasan penonton 1 kloter. Kami semua dijejali masuk bis. Mas Wulang Sunu sebagai pemandu wisata bergelantung di pintu bis sambil mengoceh dengan toa di tangan kirinya. Ia bercerita tentang beberapa gedung yang kami lewati, tapi lebih banyak melawaknya. Saya dan rombongan lain dibuat tersenyum senyum geli.





Ini dia bis yang memboyong kami sampai tempat pementasan, dikendarai oleh Pak Sigit namanya


Mas pemandu wisata yang terus berceloteh sepanjang perjalanan

Setelah melewati pasar telo (telo itu ketela, sejenis singkong), bis diberhentikan di depan toko antik. Kami diajak untuk mampir membeli oleh-oleh. Rombongan disambut pemilik toko. Setelah melihat-lihat di bagian depan, kami diajak ke gudang bagian dalam. Sebelum masuk, kami diberi pesan untuk tidak mengambil foto, karena katanya barang-barang di situ adalah koleksi penting. Dan pintu pun dibuka. Di sisi kanan pintu tertata rapi sejumlah barang antik yang disusun bertumpukan. Si pemilik toko masih berceloteh dan mempersilakan kami duduk di kursi yang menghadap ke barang-barang itu. Tiba-tiba lampu mati. Si pemilik toko bersikap bingung dan pamit ke belakang untuk mengecek. Jantung saya berdebar-debar saking tidak sabarnya! Ini seru sekaliiii! :D


Suasana di bagian depan toko antik


Dan benar saja! Tiba-tiba lampu menyala dan boneka-boneka beserta pemainnya sudah ada di antara barang-barang antik itu. Alunan musik lawas mengiringinya.Kisahnya sederhana. Tentang kisah cinta seorang pemuda yang sempat kehilangan kewarganegaraannya paska peristiwa G30S, karena mendapat kehormatan dikirim tugas belajar ke Rusia oleh Presiden Soekarno. Sebelum keberangkatannya ke Rusia, ia telah berjanji untuk menikahi kekasihnya di tanah air. Karena sedang berada di negara komunis saat peristiwa G30S, paspornya dicabut oleh pemerintah orde baru. Selama 40 tahun ia tidak dapat menghubungi kekasih dan keluarganya. Selama itu pula ia tetap memegang teguh janjinya pada kekasihnya. Dan ternyata pria ini masih hidup hingga saat ini, Pak Wi namanya. Sedangkan wanita yang dulu kekasihnya saat ini telah berkeluarga dan memiliki 4 orang cucu. Mbak Ria, konseptor, artistic director, art director, sekaligus pemain ternyata berhasil bertemu dengan Pak Wi di dunia maya. Memang kehebatan teknologi zaman sekarang! :) Pria kelahiran 1940 ini sekarang masih tidak menikah, dan bekerjan sebagai salah satu ahli metalurgi di Playa, Havana, Kuba.

"Karena cinta itu masih ada..."

Dan ini dia pementasan "Setjangkir Kopi Dari Plaja"

Segalanya detail sekali. Boneka yang digunakan berjumlah 5 buah. Sepasang Pak Wi & kekasih di kala muda dan sepasang di kala tua. Satu lagi adalah pria yang akhirnya menikahi kekasih Pak Wi. Pemain boneka kali ini dalam tampilan beda. Di pementasan sebelumnya, kostumnya hitam-hitam, sehingga tidak masuk dalam cerita. Sedangkan kali ini beda. Pakaian yang dikenakan sesuai dengan temanya yang lawas, kemudian disesuaikan dengan kondisi boneka. Ketika sudah tua, pemain laki-laki ikut menggunakan kacamata, sedangkan pemain perempuan menggunakan slayer yang diikat di leher. Rasanya lebih menyatu.





Pak Wi dan kekasih di kala muda



Pak Wi dan kekasih di kala tua

Boneka kecil digunakan untuk menggambarkan isi ingatan. Ada adegan flash back di sana. Aaah detail sekaliii. Kemudian artistiknya saya suka sekali! Dalam hal ini tidak perlu berganti latar. Hanya berpindah posisi dan permainan lampu, maka kita akan terseret dalam lokasi yang berbeda. Contohnya saja ketika adegan bepergian, dilakukan di atas koper-koper tua yang bertumpuk. Dan semua barang itu tidak hanya sebagai pajangan saja. Semua digunakan. Bahkan lampu-lampu warna-warni yang ada di bagian atas yang tadinya saya pikir hanya sebagai pemanis, di satu adegan dapat diturunkan dan membawa penonton ke beda lokasi lagi! Setelah saya selidiki, menurunkan lampion-lampion ini adalah dengan cara sangat sederhana, yaitu dengan badan sepeda! Keinginan pementasan ini mengeksplorasi ruang saya acungi jempol. Selamat, kalian berhasiil! Aduh saya sampai kehabisan kata-kata. Dan cerita ini berhasil menyentuh saya. Membuat pandangan saya tidak lepas dari permainan ini. Ah keren sekali!




Boneka mini


Suasana panggung setelah pementasan


Usai menonton, semua penonton sempat berfoto-foto dan diwawancara oleh pihak Papermoon. Ada sajian wedang jahe dan gorengan juga di depan ruangan. Kami semua kembali ke bis dan diboyong lagi ke Kedai Kebun (meskipun si pemandu wisata sempat bilang kami akan dibawa ke tempat lain. Hahaha masih saja melawak). P
ementasan ini menyisakan banyak hal. Rasanya masih terasa sampai ketika saya menulis ini. Terima kasih untuk seluruh rangkaian pementasan ini! Mulai dari penjemputan, di dalam bis, toko antik, pementasan, dan pemulangannya, semuanya keren! :) Lagi-lagi salut untuk Papermoon!

Berfoto dulu bersama Mbak Ria (tengah kanan) dan Mbak Mita (tengah kiri) :)

***********

a story of "Setjangkir Kopi dari Plaja"

 a puppet play about "A cup of Coffee from Playa" ..


 it's about a cup of coffee that you made especially for me..


 .. about the time we spent happily together when we were young..


 ... about the books that we read...


 ... about the love that we shared...


... about the picture that ever captured... 


... about the commitment we made.


until the day came..

when i have to say good bye for a while...

 ..when you tried to describe how the feeling inside..


.. i said don't be sad, my darling...


 i was very honored.
it's the thing that i can give to our beloved country..

 it's just a short good bye for a little while.


 well... time flew..


and i always love the moment while i sent the letters to you..


 though my friends kept teasing me, 
because they know how much we love each other.


.. until those black days came...


... did i tell you it's just a little good bye for a little while, darling?
i really hope, it did.
i am very sorry..


 i just want to come back,
wipe your tears and put the ring back to your finger...
and saying that i am fine...


i wish i could sit in your side in our wedding ceremony that we planned...


 i wish...


but here i am, my darling...
staying in a never land while i can't stop thinking of coming back..

 ..until i got these wrinkles on my face...
 .. the hunchback body because of my age...



but they call me again, my darling...
after 40 years of waiting!


i will be home soon!

.. and live those memories that left behind!

riding the old bike with you by my side!


.. and i hope you can make me another cup of coffee like those days, 
my darling...


.. but time flew...


 and it's not only about me and you.
.....

it's not only about how i feel for you.


*****************
based on a true story, performed in an antique shop.


"Setjangkir Kopi dari Plaja" is a production of  Papermoon Puppet Theatre, INDONESIA
(December 2011)

photos by Hera Ariani and Indra Wicaksono
story by Ria Papermoon

*polaroid photo by Seterhen Akbar from Riset Indie